Thursday, January 4, 2018

Three Billboards Outside Ebbing, Missouri (2017), Variasi Karakter yang Berpadu Begitu Harmonis

115 Min l Drama, Crime l 1 Desember 2017 (USA)

Director : Martin McDonagh
Writers  : Martin McDonagh
Stars     : Frances McDormand, Woody Harrelson, Sam Rockwell,…
         
         

           
Bercerita tentang perjuangan Mildred Hayes (Frances Mcdormand) yang berusaha mendapatkan harapan baru dari kasus pembunuhan serta pemerkosaan anaknya. Menggunakan tiga papan reklame yang disewanya, Mildred melncarkan aksi dengan maksud mendapatkan perkembangan mengenai kasus tersebut. Cukup berat saat banyak warga disekitarnya justru tidak setuju dengan aksi tersebut, dan berusaha menyerang Mildred agar menghentikan aksinya.



Bill Willoughby (Woody Harrelson) selaku kepala polisi wilayah Ebbing,  menjadi target dari aksi Mildred memiliki reputasi yang bagus diwilayahnya. Rekam jejak yang sangat baik ditambah pengabdianya terhadap lingkungan sekitarnya tersebut, membuat dirinya memiliki banyak teman dan pendukung untuk melawan aksi Mildred. Kanker yang diidap Bill membuat teman-temanya semakin gigih menyebar ancaman kepada Mildred dan pemilik papan reklame.


Karakter Mildred begitu kuat dalam film ini, terlihat kekuatan serta keyakinan dari seorang ibu. Frances berhasil menunjukan tingkatan frustasi yang pas. Perpaduanya dengan sang anak laki-laki (Lucas Hedges) membuat gambaran keluarga yang begitu kuat. Selain dari mereka sepertinya tidak ada karakter yang sangat menonjol, semua pas berbagi porsi dalam membangun cerita. Tapi ada beberapa karakter menurut penulis dapat memberi kesan sendiri yakni pemilik papan reklame Red Welby (Calem Landry Jones) yang terlihat begitu lemah dan baik dan Jason Dixon (Sam Rockwell) si polisi gila. Itu hanya kesimpulan penulis mengenai karakter, bagaimanapun tiap orang pastinya memiliki karakter favoritnya, catatan khusus adalah film ini begitu mudah memaparkan watak dari karakter didalamnya.

Audio dan Visual dalam film begitu sederhana layaknya film drama, nampaknya sudah menjadi ha lumrah apabila film ini tidak mengelabuhi penonton dengan gambar saja. Beberapa latar tempat yang tidak begitu asing dan shot sederhana sudah cukup dalam menghantarkan film tersebut ketingkat bagus. Yash lagi-lagi kesederhanaan dalam segi audio visual membuat film memiliki budget yang tidak besar tapi tidak terkesan “murahan”.


Pencapaian yang didapat dengan 6 nominasi Golden Globe menjadi bukti film ini punya kualitas. Drama yang dibangun dari premis sederhana dan diakhiri dengan cliffhanger membuat film begitu hangat. Cerita terbangun dengan sangat baik untuk mengelabuhi penonton, semua pertanyaan ataupun dugaan yang terlalu dini muncul bisa terpatahkan. Credit untuk cerita didalamnya membuat film ini begitu berhasil dalam membangun pertanyaan-pertanyaan dalam otak penonton agar tidak mengantuk. Semua komposisipas untuk meracik film ini menarik, sangat rekomendasi bagi anda yang suka drama kriminal. Begitu cocok untuk ditonton Calon Sineasss dengan tujuan mempelajari bagaimana menmbangun karakter dan transformasi non-fisiknya dari awal hingga akhir. Semua  begitu berbeda, tidak ada yang tertutupi, masing-masing memiliki spotligthnya sendiri dan film ini dapat memaparkan watak secara gamblang.


Wednesday, January 3, 2018

Lady Bird (2017), Sederhana, Hangat, Lembut, dan Menyentuh

94 Min l Drama, Comedy l 8 Desember 2017 (USA)

Director : Greta Gerwig
Writers  : Greta Gerwig
Stars     : Saoirse Ronan, Laurie Metcalf, Tracy Letts,…
   
            Sungguh membuat penasaran film yang berhasil mendapatkan rating 8.1 imdb dan 99% Rotten Tomatoes ini hanya berdurasi dibawah 100 menit.

Bercerita tentang seorang Christine “Lady Bird” McPherson (Saoirse Ronan), seorang siswi sekolah katolik di Sacramento yang memiliki hubungan tidak baik dengan Marion McPherson (Laurie Metcalf) sang ibu. Walaupun memiliki hubungan sedikit tidak haromnis, tetapi Marion masih mau untuk menemani Lady Bird mencari pakaian untuk memenuhi undangan makan malam thanksgiving bersama pacarnya. Untuk pertama kalinya pula Lady Bird tidak melewati malam thanksgiving dengan keluarga, yang sebenarnya hal tersebut membuat kecewa sang ibu, terlebih mereka mungkin segera berpisah karena Christine sebentar lagi masuk bangku kuliah.
Gambaran konflik tidak hanya ditonjolkan dalam hubungan anak dan ibu saja, melainkan hubungan sosial Lady Bird degan teman, kekasih, urusan akademis yang tersusun rapih dalam film ini. Begitu sederhana, lembut dan menyentuh semua adegan menggambarkan hal tersebut dan tidak terasa hyperbola. Persahabatan, hubungan cinta, dan keluarga menjadi aspek utama dalam film yang disajikan begitu menyentuh menemati kisah utama yakni proses pencarian jati diri Christine serta hubunganya dengan sang ibu.


Karakter Ibu dan Anak yang diperankan oleh Laurie Metcalf serta Saorise Ronan nampak tidak ada batasan seorang pemeran. Begitu hangat dan menyatu layaknya keluarga keduanya menunjukan hubungan yang real. Didukung dengan konflik Lady Bird serta kehadiran anggota keluarga lainya yakni Miguel (kakak), Shelly (pacar kakak), dan Larry (ayah) membuat film ini dapat menghadirkan kekuatan dari kehangatan sebuah keluarga walaupun dalam plot beberapa adegan menunjukan ketidakharmonisan.

Audio dan Visual begitu sederhana, tapi semua nampak membesarkan film tersebut. Gambaran suasana 2002-2003  terpapar dengan simple, sungguh tidak terlihat sedikitpun film tersebut “murahan”. Kita tidak akan menemukan variasi shot yang aneh dan track yang khusus, tapi tetap kita akan merasakan kekuatan dari plot cerita yang begitu lembut. Penulis pikir drama sederhana yang tidak membuat orang mengantuk adalah bukti bagaimana skenario yang coba divisualisasikan berhasil menyentuh para penonton.


Pencapaian yang diraih oleh film dengan budget 11 juta US Dollar ini sepertinya akan melebihi anggaran tersebut, hingga saat ini sudah mencapai 32 juta, belum lagi rencana tambahan pemutaran dibeberapa bisokop luar Amerika pastinya akan menambah keuntungan film. 4 nominasi Golden Globe menjadi bukti bahwa film ini tidak “murahan”. Sangat layak apabila film tersebut nantinya bisa mendapatkan nominiasi atau bahkan menang di Oscar dalam kategori Actrees berkat peran ciamik dari Saorise Ronan dan Laurie Metcalf. Bagaimana dengan Best Picture?? Penulis menganggap layak film ini untuk memenangkanya.

Sederhana, hangat, lembut, dan menyentuh adalah diksi yang selalu ingin penulis katakan bagi film ini. Film Coming of Age yang sangat direkomendasikan bagi Calon Sineasss, dimana semua tersaji rapih dan didukung oleh pemain yang pas. Kita akan mempelajari bagaimana drama tiga babak dengan delapan sequence yang cukup singkat hanya dalam 94 menit tetapi mampu terpapar dengan jelas dan “sempurna”


Tuesday, January 2, 2018

Review Film I, Tonya (2017), Paduan Ironi dan Komedi

119 Min l Biography, Drama, Sport l 8 Desember 2017 (USA)

Director : Craig Gillespie
Writers  : Steven Rogers
Stars     : Margot Robbie, Sebastian Stan, Allison Janney,…


          Margot Robbie menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis untuk menontonya, tidak ada alasan lain. Hali itu cukup logis karena Margot Robbie selalu memberikan penampilan unik disetiap filmnya terutama saat menjadi Harley Quinn.



Bercerita tentang Tonya Harding (Margot Robbie) seorang atlet ice skating bertalenta. Berada didunia olah raga ice skating dengan kesan umum para atlet yang anggun, nyatanya Tonya tidak begitu dan dikelilingi  lingkungan tidak harmonis secara langsung bepengaruh terhadap karirnya. Dibesarkan oleh ibunya yang terkesan abusive, Lavona Harding (Allison Janney) dengan sikap keras serta menganggap semua atlet ice skating lain adalah lawan, membuat Tonya tidak memiliki teman dekat sesama atlet. Lavona mempertaruhkan semua yang dia punya demi menjadikan Tonya sebagai yang terbaik dalam dunia ice skating.


Sang Ibu menganggap anaknya lebih kuat dalam keadaan marah membuat hampir disetiap perlombaan dia selalu berusaha agar sang anak menjadi "ganas" terlebih dahulu, hingga tidak heran Lavona rela membayar orang untuk menaikan amarah Tonya. Tidak hanya sang ibu yang secara langsung mempengaruhi kondisi psikologi dari Tonya, Jeff Gilloy (Sebastian Stan) adalah suami dan salah satu perusak “kestabilan”. Bukan menjadi suami yang baik bagi tokoh utama, Gilooly tidak sengaja menjadi bagian dari sosok penghancur dalam karir ice Skating Tonya.

Karakter Tonya, Lavona, dan Jeff adalah sosok sentral yang memberikan komposisi sempurna dalam film, ketiganya begitu kuat dalam membangun momentum. Tokoh-tokoh tersebut sangat berhasil mengisi setiap plot dengan mempesona. Margot berhasil mengambarkan atlet ice skating yang  mudah meledak tetapi mampu membuat penulis merasa empati denganya dalam beberapa kondisi. Nilai plus diberikan  berkat  beberapa gerakan yang dilakukan langsung oleh Margot dan begitu mempesona, walaupun untuk bagian “Triple Axel”nya harus dibantu CGI. Yash… lagi-lagi pemeran Tonya berhasil dengan actingnya, terutama untuk part fall sang tokoh utama. credit lainya diberikan untuk Lavona dan Jeff, keduanya merupakan sosok jahat tapi baik dalam film dengan semua sikapnya, kita dapat tau bahwa mereka merupakan tokoh antagonis dalam hidup Tonya walaupun yang dilakukan oleh keduanya berdasarkan rasa sayang.


Audio dan Visual begitu dinamis dan indah serta mendukung beberapa adegan membawa penonton kepada sebuah komedi ironi. Musik pengiring mendapatkan penilaian khusus tatkala penulis mendengarkanya dalam beberapa scene dan tertawa setelahnya, track sungguh membuat momentum komedi terbangun. Bantuan CGI untuk adegan lomba menambah nilai positif untuk film dan memperindah gerakan Tonya saat “Triple Axel”, hal yang wajar saat adegan tersebut harus dibantu CGI karena tidak banyak atlet sungguhan bisa gerakan tersebut.

Secara pencapaian, sulit rasanya untuk mendapatkan untung dalam segi keuangan, balik modal saja rasanya agak mustahil. Kisah Tonya Harding yang hanya terblow up ditingkat domestik dan pemasaran film membuat hasilnya bisa ditebak kearah merugi. Tetapi dalam hal penghargaan, nominasi Oscar akan menjadi sebuah reward yang tidak berlebihan dengan apa yang telah penulis saksikan. Komposisi menarik dari kisah hidup yang tidak banyak diketahui tetapi punya nilai moral melimpah, musik yang berhasil membangun momentum, adegan dengan bumbu “breaking the fourth wall” yang semakin mengajak penonton untuk terlibat dalam ironi kehidupan Tonya dan karakter-karakter kuat didalamnya menjadi salah satu alasan kenapa “ I, Tonya” menjadi film wajib untuk Calon Sineasss.


Monday, December 25, 2017

It (2017), Film Horror ABG yang Kaya Akan Pesan Moral

135 Min l Drama, Horror,Thriller l 8 September 2017

Director : Andy Muschietti
Writers  : Stephen King (Novel), Chase Palmer, Cary Fukunaga,…
Stars     : Bill Skarsgard, Jaeden Lieberher, Finn Wolfhard,…



          Film yang berhasil bikim heboh di 2017, karena film ini juga gue rela untuk mencari-cari film terdahulunya dan ternyata film It (1990) punya apresiasi yang cukup baik dan bagus untuk horror 90an.

Bercerita tentang monster berwujud badut yang mengincar anak-anak kota Derry. Sekelompok anak yang terlihat layaknya kumpulan pecundang bekerjasama untuk melawan monster tersebut. Sebagai bentuk perlawanan akan rasa takut yang diberikan sang Dancing Clown, the Losers’ club bersama-sama melawan badut untuk kembali kedalam tidur panjangnya.


Bill Denbrough (Jaeden Lieberher) berusaha mencari kebenaran akan kehilangan adiknya yang tak wajar. Bersama enam orang temanya, Bill harus bertemu dan melawan rasa takut yang diberikan oleh Pennywise (Bill Skarsgard) yang selalu memberi rasa takut kepada anak-anak dikota tersebut.

Karakter Beverly Marsh (Sophia Lilis) dan Pennywise berhasil menjadi spotlight dalam film ini. Beverly yang diasuh oleh ayah yang galak, tanpa kehadiran sosok ibu menjadi seorang yang teertekan sehingga harus mencari pelarian kepada rokok dan hal lainya untuk membuat hidupnya nyaman. Sangat berbeda dengan versi mini serinya ( It 1990), Beverly disini lebih terlihat tangguh dan terlihat sekali sebagai anak broken home. Pennywise versi 2017 juga menjadi salah satu pembeda dari film sebelumnya. Sang Badut sudah tidak Nampak sebagai badut, perbedaan yang mencolok adalah Pennywise disini lebih terlihat layaknya monster dan sangat menakutkan, berbeda dengan versi 1990 yang masih terlihat seperti badut dan tidak menakutkan apabila hanya dilihat.



Audio kejut nampaknya tidak menjadi senjata utama dalam film ini, artinya tidak banyak scIare jump yang muncul dalam film ini. Hampir semua situasi seram dibangun bedasarkan setup yang telah terencana dan rapih tersusun untuk memberikan pengalaman seram dalam film. Dengan setup tersebut gue sangat yakin tidak akan banyak orang kaget melihat sosok monster muncul tapi lebih ke takut yang bertahap, diawali dengan suasana seram lembut untuk membangunkan bulu kuduk penonton. Video yang agak “terang” dibandingkan film horror lainya menjadi pembeda dalam film ini. Mestipun hampir semua adegan terlihat terang nampaknya hal tersebut tidak mengurangi nuansa horror yang muncul semua berkat setup yang lembut berhasil dibangun dalam film ini.


It (2017) bisa dikatakan adalah film remake yang cukup berhasil, banyak sekali perbedaan muncul dari film ini dibanding versi 1990. Horor yang disajikan dengan lembut dan setup yang menarik memberikan pengalaman berbeda ketika sebuah film horror sedikit memberikan audio mengejutkan sebagai pendamping scare jump yang muncul. Pennywise (2017) yang diset sebagai monster menjadi pembeda lainya dari versi sebelumnya yang diperankan oleh Tim Curry. Nilai plus lainya diberikan penulis kepada film ini adalah nilai moral yang terkndungnya membuat gue pingin banget buat merekomendasikan kepada adik atau sepupu bahkan anak tetangga dengan rentan usia 10 sampai 17 tahun untuk tonton film ini. Untuk Calon sineasss, menurut gue film ini memberikan contoh bagaimana setup yang baik akan memberikan nuansa horror yang lembut tapi tetap menakutkan.

Saturday, December 23, 2017

Review Chrisye (2017), Film Biopic Tanpa Kesan

110 Min l Biografi l 7 Desember 2017

Director : Rizal Mantovani
Writers  : Alim Sudio
Stars     : Vino G Bastian, Velove Vexia, Ray Sahetapy,….
         
    Satu-satunya faktor pendorong untuk gue menonton film ini hanyalah nama besar Chrisye.



   Bercerita tentang alah satu maestro musik Indonesia, Film Chrisye hadir sebagi pelepas rasa rindu penonton kepada almarhum. Film yang diangkat dari sudut pandang sang istri ini menceritakan sedikit kisah Chrisye sebelum bertemu, dan lebih banyak mengenai sang maestro setelah berkeluarga. Berawal dari kesempatan manggung di Amerika hingga akhirnyabekarya di tanah air sampai membuat hits yang akhirnya bisa kita dengar hingga saat ini.


   Dalam film dijelaskan keresahanya sebagai kepala keluarga dan menjadi seorang musisi. Berawal dari seorang musisi yang tidak percaya diri bernyanyi sendiri dan berjoget hingga akhirnya memantapkan diri sebagai solois ternama. Begitu banyak sosok kerendahan dan hal yang tak terduga diangkat dalam film ini, ketakutan seorang Chrisye akan masa depan keluarganya sampai cuplikan sejarah bagaimana dia merekam beberapa lagu dan persiapan konser akan dapat kita saksikan disini.

   Karakter Chrisye (Vino Bastian) dan ibu Damayanti (Velove Vexia) tidak memberikan kesan tersendiri dalam film ini, ntah karena kurang mirip atau memang tidak ada “chemistry” sama sekali dengan tokoh aslinya. Melihat Velove Vexia disini sepertinya cukup untuk dikatakan agak mirip, walupun tidak begitu mengesankan. Tetapi untuk Vino, saya tidak melihat sama sekali sosok Chirsye dalam film tersebut, hanya momentum cerita yang bisa mengingatkan  bahwa orang itu adalah Chrisye. Walaupun dinilai kurang “serupa” bagi dua karakter utama penulis merasa terpuaskan oleh peran Jay Subiakto (Roby Tremonti) yang sering sekali mencuri perhatian penulis dan gue yakin penonton lainpun seperti itu. Selain karakter Jay Subiakto dan Guruh Soekarnoputra (Dwi Sasono) yang mencuri perhatian, karakter Addie MS (Irsyadillah) nampaknya dapat menarik perhatian para kaum hawa, bukan karena karakter yang pas melainkan berkat tampang yang rupawan dan penulis sangat meragukan kemiripanya dengan orang aslinya (Addie Ms), sempat bertanya dalam hati kenapa gak anaknya aja yah yang main antara Kevin atau Tristan biar mirip aja sih….


   
   Visual dan Audio yang ada sepertinya semakin membuktikan betapa kurangnya kualitas yang ada. Banyak adegan dengan gambar agak memaksa ataupun kurang representatif dengan setting seharusnya. Mestipun ada beberapa yang bisa saya anggap sangat tepat gambaran setingnya tapi itu hanya beberapa saja, karena sebagian besarnya tidak bisa disebut bagus. Suara Chrisye asli menigisi part-part pada saat sang maestro bernyanyi menjadi suatu hal yang sangat menganjal, ada perbedaan yang sangat kentara yang membuat beberapa penonton kecewa. Bayangkan saja suara Vino yang agak cempreng dan lebih dekat dengan Kasino diganti suara khas Chrisye dalam bernyanyi, bagi penulis itu sangat mengganggu.

  Sulit nampaknya untuk kita puas dengan film ini apabila berharap menonton biopic dan mendaptkan hal yang menarik dari Chrisye. Beberapa part akan membuat kita bertanya “kenapa harus begitu?”, “kenapa tidak begini?” karena kekurangan yang ada dan membuat penonton kecewa. Tapi bagi Calon Sineasss kita bisa mempelajari sesuatu dari film ini, dimulai dari pentingnya pemilihan karakter yang tepat dan pengaruhnya bagi film, membangun cerita yang fokus (tidak ada fokus cerita yang menonjol), serta bagaimana membangun film bertema realigi.


Thursday, December 21, 2017

Review Jumanji : Welcome to the Jungle (2017), Sangat Menghibur Walau Tidak Sebagus Pendahulunya

119 Min l Action, Adventure, Comedy l 20 Desember 2017

Director : Jake Kasdan
Writers  : Chris McKenna, Erik Sommers,……
Stars     : Dwayne Johnson, Kevin Hart, Jack Black, Karen Gillan


   Sama-sama realese bulan Desember dengan film pertamanya, “Jumaji : Welcome to the Jungle” diyakini dapat memberikan hiburan tersendiri untuk keluarga. Memiliki cerita berbeda dengan film sebelumnya serta di perankan oleh deretan actor ternama yang muncul dan memiliki predikat baik untuk film komedi (Jack Black dan Kevin Hart) dipercaya mampu memberikan tawa saat kita menonton. Banyak yang ekspetasi dengan peluncuran film ini, bahwa Jumanji versi 2017 akan menyusul kesuksesan dari pendulunya.



   Bercerita tentang empat orang anak SMA yang terjebak dalam sebuah video game petualangan dihutan. Dengan kemampuan sesuai dengan karakter yang dipilih saat bermain, keempatnya harus bekerja sama menyelesaikan petualangan tersebut dengan “quest” khas video game untuk bisa kembali ke dunia nyata. Setiap karakter dalam video game tersebut memiliki kekuatan dan kelemahanya tersendiri dan hanya dibekali oleh tiga nyawa selama petualangan tersebut.

     Dr. Bravestone (Dwayne Johnson), Ruby Roundhouse (Karen Gillan), Moose Finbar (Kevin Hart), dan Prof. Oberon (Jack Black) bersatu menjadi tim untuk dapat menyelamatkan jumanji. Petualangan mereka dimulai ketika mereka bertemu dengan Nigel (Rhys Darby) sebagai pengantar mereka menuju petualangan yang sesungguhnya. Dengan berbagai tantangan serta lawan, hanya nyawa mereka yang menjadi pembatas apakah misi mereka akan terselesaikan atau harus terjebak dalam dunia Jumanji selamanya.

  Karakter yang hadir dalam cerita merupakan komposisi yang cukup tepat dalam sebuah permainan. Satu orang terkuat, satu orang dengan kemampuan bela diri paling baik, satu orang pemilik kepintaran untuk memecahkan teka-teki yang ada, dan satu orang terakhir sebagai “support” dengan sebuah tas ransel untuk menyimpan berbagai barang berhasil menjadi perpaduan yang unik, ditambah karakter tambahan yaitu penerbang  membuat jalanya cerita menjadi seru. Karakter yang dimainkan oleh Kevin Hart menjadi aktor utama di hampir setiap komedi yang muncul. Tetapi satu kekurangan dianggap penulis “mengganjal” adalah peran dari Bethany yang dirasa kurang “hot” untuk dunia nyata. Begitu juga dalam video game peran gadis populer tersebut dirasa kurang “gemulai”, sehingga penulis merasa kehilangan sosok “Bethany dunia nyata” dalam video game.


   Pencapaian yang mungkin “bisa” didapat dari Jumanji 2017 ini adalah “Film komedi yang cukup menghibur”. Penulis menganggap film terdahulunya lebih baik dalam segi cerita dan memberikan experience dunia permainan yang semestinya. Rating lebih dari 7 IMDBpun sepertinya akan sulit diraih untuk film yang secara komedi berhasil membuat kita ketawa. Tetapi perasaan yang jelas dirasa penulis adalah kebosanan di babak-babak akhir dan kurang memberikan pengalaman petualangan dunia video game. Untuk Calon Sineasss satu hal yang dapat kita pelajari dalam film ini adalah dialog antara Moose Finbar (Kevin Hart) dengan karakter lainya, karena sangat renyah untuk membuat kita tertawa.


Thursday, December 14, 2017

Review Film Coco (2017), Film Keluarga yang Wajib Ditonton

105 Min l Animation, Adventure, Comedy l 22 November 2017 

Director : Lee Unkrich
Writers  : Lee Unkrich, Adrian Molina,……
Stars     : Anthony Gonzalez, Gael Garcia Bernal, Benjamin Bratt,…

"We may have our differences, but nothing’s more important than family"


   
   Film animasi sebenarnya bukan menjadi favorit dari penulis. Setelah Inside Out nampaknya penulis masih belum bisa menemukan karya animasi yang memberikan hiburan serta pembelajaran tersendiri saat menontonya. Berbekal respon positif dari keluarga beda ayah dan ibu yang telah menonton, gue bulatkan tekat untuk menonton film tersebut


   Bercerita tentang Miguel, seorang anak dengan cita-cita sebagai musisi. Sebuah impian yang akan sulit dicapai olehnya karena Miguel berada dalam keluarga yang sangat membenci musik. Kebencian tersebut muncul dikarenakan kisah  panjang dialami oleh buyut dari Miguel, dimana Mama Coco (ibunda dari nenek Miguel) ditinggal oleh ayahnya yang mengejar mimpi sebagai musisi terkenal. Tapi hal tersebut bukan menjadi penghalang bagi Miguel untuk tetap berlatih dan mendengarkan musik di loteng rumahnya.


   
   Petualangan dimulai saat Miguel terjebak di Land of the Dead. Bertemu dengan pendahulunya dia harus meminta restu mereka untuk dapat kembali kedunia orang-orang hidup. Langkah Miguel semakin rumit tatkala Mama Imelda (ibu dari Mama Coco) memberi restu dengan satu syarat, agar anak tersebut berhenti bermain musik.

   Visual yang begitu realistis ditunjukan dari awal hingga akhir, memberikan kejutan tersendiri bagi penulis. Detail menjadi senjata utama dalam visualisasi film mulai dari kerut wajah yang penuh makna, bentuk karakter dan gerakan tangan Miguel saat bermain gitar sangatlah tepat. Perpaduan warna yang sangat indah dihadirkan film garapan Disney/Pixar tersebut baik di dunia orang hidup atau land of the dead.


   
   Audio dalam film animasi selalu berhasil memberikan kesan sendiri bagi para penonton. keberhasilan lagu dalam film animasi pastinya  akan berpengaruh pada suasana yang dibangun. Un Poco Loco untuk lagu senang dan Remember Me untuk part kesedihan, berhasil berpadu dalam film untuk mencampur aduk emosi penontonya. Iringan musik Meksiko yang begitu indah dan pernuh keunikan juga menjadi salah satu penghidup dan pelekat dengan setting kota Meksiko dalam film tersebut.

     Pencapaian cemerlang dengan nilai rating Imdb yang sangat tinggi yaitu 8,8 (saat review ditulis) membuktikan film ini berhasil menghibur serta memberi kesan baik pada penonton. Bentuk imajinasi atau cerita orang tua meksiko yang terkesan begitu mengada-ada apabila didengarkan, berhasil dibentuk menjadi sebuah gambaran nyata dan dapat diterima nalar oleh anak-anak serta orang dewasa. Sebagai seorang yang sudah masuk ketahap dewasa penulis sangat senang bisa menangkap cerita dan pesan moral dalam film tersebut, andaikan gue punya adik kecil pasti akan menganjurkan untuk menonton film ini.

    Beberapa part cerita yang bisa ditebak, tidak berpengaruh banyak pada pengalaman menonton film ini. Masih ada beberapa kejutan cerita yang sepertinya tidak akan terbanyangkan oleh siapapun. Begitu berhasilnya imajinasi Disney/Pixar terwujud hingga membuat kagum penulis scara pribadi. Latar Meksiko dengan tradisi keluarganya merupakan nilai plus yang menjadi pembeda film ini. Sungguh film yang sangat menyentuh, cerita  unik dihadirkan dengan beat yang rapi, berhasil mengendalikan emosi penonton. Sebagai Calon Sineasss sepertinya bisa menjadikan film ini untuk panduan menulis script.



Three Billboards Outside Ebbing, Missouri (2017), Variasi Karakter yang Berpadu Begitu Harmonis

115 Min l Drama, Crime l 1 Desember 2017 (USA) Director : Martin McDonagh Writers  : Martin McDonagh Stars      : Frances McDorm...